Nangtung ku kahayang, gede ku kawani, hurung ku pangaharti, demikian jargon yang kerap digaungkan oleh Galengan Sora Awi, salah satu komunitas yang terlibat dalam pelestarian budaya sunda. Asep Suhendar, atau yang akrab disapa Kang Kuncung ini menuturkan jika komunitas ini terbentuk dari keprihatinan terhadapa budaya sunda yang semakin ditinggalkan. Galengan Sora Awi berdiri dari kemauan, besar dengan keberanian dan bersinar dengan pengetahuan. Nilai-nilai inilah yang mendasari saya dan kawan-kawan komunitas untuk bangkit dari keterlupaan budaya.
Akhir tahun 1996, komunitas ini mulai terbentuk. Awalnya Kang Kuncung dan kawan-kawan merupakan warga Bandung yang sering nongkrong di Dago Tea House. Nongkrong di sini dalam artian anak muda yang kerap mengisi hari-harinya dengan hal yang negatif, hingga akhirnya tumbuh kesadaran karena usia yang semakin menua sementara tidak ada hal positif yang kami lakukan, akhirnya tercetus untuk terjun di dunia seni dan budaya.
Di awal terbentuknya Galengan Sora Awi tidak langsung fokus menekuni dunia bambu. Awalnya mereka memanfaatkan limbah rumah tangga dan sampah di lingkungan yang kemudian disulap menjadi barang yang menurut kami berguna.
Kuncung dan kawan-kawan memanfaatkan sampah plastik seperti botol air mineral untuk dijadikan alat musik. Awalnya memang coba-coba, mereka membuat alat musik dari botol dan galon, kelompok ini saat itu dinamakan 'Kabedag' (terkejar) dengan alasan mereka bisa mengejar apa yang telah orang lain lakukan. Kemudian pada awal tahun 2006 nama Galengan Sora Awi mulai digunakan karena beralih dari media plastik ke media bambu. Kebangkitan kembali musik bambulah yang mendasari mereka meninggalkan plastik sebagai media bermusik.
Akhir tahun 1996, komunitas ini mulai terbentuk. Awalnya Kang Kuncung dan kawan-kawan merupakan warga Bandung yang sering nongkrong di Dago Tea House. Nongkrong di sini dalam artian anak muda yang kerap mengisi hari-harinya dengan hal yang negatif, hingga akhirnya tumbuh kesadaran karena usia yang semakin menua sementara tidak ada hal positif yang kami lakukan, akhirnya tercetus untuk terjun di dunia seni dan budaya.
Di awal terbentuknya Galengan Sora Awi tidak langsung fokus menekuni dunia bambu. Awalnya mereka memanfaatkan limbah rumah tangga dan sampah di lingkungan yang kemudian disulap menjadi barang yang menurut kami berguna.
Kuncung dan kawan-kawan memanfaatkan sampah plastik seperti botol air mineral untuk dijadikan alat musik. Awalnya memang coba-coba, mereka membuat alat musik dari botol dan galon, kelompok ini saat itu dinamakan 'Kabedag' (terkejar) dengan alasan mereka bisa mengejar apa yang telah orang lain lakukan. Kemudian pada awal tahun 2006 nama Galengan Sora Awi mulai digunakan karena beralih dari media plastik ke media bambu. Kebangkitan kembali musik bambulah yang mendasari mereka meninggalkan plastik sebagai media bermusik.
Tak hanya membuat alat musik bambu, Komunitas Galengan Sora Awi juga membuat kreativitas melalui gambar. Pada akhirnya, 8 orang fokus di musik bambu dan 4 lainnya mendalami seni rupa dan kriya. Kuncung dan kawan-kawannya membuat karinding, celempung, dog-dog bahkan memahat akar bambu menjadi patung tokoh pewayangan. Sedangkan Menurut Agus Irian Purnama Artapraja, kreator grup musik Galengan Sora Awi mengatakan jika alat musik ini merupakan sebuah terobosan yang sengaja diciptakan di tengah arus globalisasi yang pesat. Alat musik yang biasa dimainkan antara lain Gitar, Kecapi, Biola, Gong, Suling, Karinding, dan Gambang serta efek suara lainya semisal suara angin, petir dan ombak yang semuanya berasal dari bambu.
Dan pada event Sunda Binangkit yang akan diselenggarakan pada 9 Februari 2014 nanti, baraya bisa menyaksikan pementasan Galengan Sora Awi di Padepokan Seni Mayang Sunda, Jln. Peta No. 209 Bandung.
Tidak ada komentar: