Lirik Lagu "Hayang Kawin" - KunKun
Posted by : Baru Baru 322 / on :Rabu, 26 Februari 2014
Hayang Kawin win win win Hayang kawin
Geus teu tahan mang tauntaun bubujangan
Hayang Kawin win win win Hayang kawin
Geus teu kuat beurang peuting duh ngajablay
Era ku tatangga eujeung babaturan
Loba nu nyeletuk cenah kuring bujan galapuk
Isin ku pa RT isin ku pa RW
Sering ngalelewe cenah teu payu ka awewe
Hayang Kawin win win win
Hayang kawin euy..
Ema.. Bapa..
Cing pangneangkeun jodo
Kuring embung boga titel jomblo
Ema.. Bapa.. sok pangmilihkeun calon
Asal ulah urut ucing garong
Keun bae randa ema..
Randa bengsrat anyar pegat ema..
Komo parawan ema..
So pasti paten
Masih disegel masih disegel
gel.. gel.. gel.. gel..
Kegiatan Sunda Binangkit 2014
Posted by : Baru Baru 322 / on :Selasa, 11 Februari 2014
Event Sunda Binangkit 2014 akhirnya bisa terlaksana dengan baik. Acara ini digelar di Padepokan Seni Mayang Sunda, Jln. Peta no. 209 Bandung. Adapun acaranya sendiri dimulai pada pukul 11.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Panitia mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung dan pengelola Padepokan Seni Mayang Sunda serta:
1. Para sponsor dan media partner:
- Bank BJB
- PT Rama Mitra Jasa
- Ciater Resort & Hotel
- Lingga Hotel
- Asuransi Askrida
- Radio Dahlia 101.5 FM
- Harian Umum Pikiran Rakyat
- Harian Umum Koran Sindo
- MQTV
2. Pendukung acara:
- Ceu Popon dan Mr. Jun
- Sundanis Hip Hop Sunda
- Galengan Sora Awi
- Kang Haji Taufik Faturohman (Sulap Dongeng)
- Dinasti Darso (Yayan Jatnika, Asep Darso, Ujang Darso) dan group calung
- Tim kesenian calung Ambu Tisum Sunda (Kuningan)
- serta para pengisi acara lainnya.
3. Perwakilan keluarga penerima tawis pangajen (lifetime achievement):
- Keluarga Kang Ibing
- Keluarga Wa Kepoh
- Keluarga Kang Darso
4. Para pengisi stand, dan tentunya para pengunjung yang sudah menghadiri acara ini.
Kegiatan ini tiada lain sebagai ajang silaturahmi dulur Ki Sunda, promosi usaha UMKM urang Sunda, dan juga sebagai media apresiasi seni budaya Sunda. Pihak penyelenggara pun menghaturkan terima kasih atas masukan dan saran mengenai event ini. Pihak penyelenggara juga mengucapkan terima kasih atas usulan-usulan dari baraya yang mengharapkan kegiatan Sunda Binangkit ini menjadi agenda rutin setiap tahun dengan pengemasan yang lebih gebyar dengan dukungan sponsor, acara, dan segmen target pengunjung yang lebih luas.
1. Pengisi Acara
Galengan Sora Awi |
Para pengisi acara dan penerima lifetime achievement adalah mereka yang benar-benar kental unsur kesundaaanya. Khusus pengisi acara yang menghibur penonton, sudah kenal baik dengan karakter penonton yang sangat mencintai seni budaya Sunda. Untuk itu, segi interaksi antara pengisi acara dan penonton seakan tidak ada jarak. Apalagi mereka sudah biasa pentas di Padepokan Mayang Sunda. Maka, interaksi antara penonton dan pengunjung terasa sekali. Hal ini ditandai dengan keterlibatan penonton untuk berjoged ria dengan Galengan Sora Awi, Sundanis Hip Hop Sunda, Dinasti Darso, dan juga saat acara sulap dongeng yang dibawakan oleh Taufik Faturohman. Begitu pula hubungan antara pembawa acara (MC), pengisi acara, dan penonton terasa begitu cair.
2. Pengunjung
Pengunjung kegiatan Sunda Binangkit dengan profil pengunjung dari komunitas-komunitas Sunda, para pelaku usaha, dan juga masyarakat umum lainnya. Para pengunjung secara umum sudah mengenal satu sama lain dengan komunikasi di jejaring kegiatan yang selama ini mereka lakoni dalam kegiatan kesundaan. Dilihat dari kondisi di lokasi acara, para pengunjung yang datang ada yang dengan tertarik untuk menonton pentas seni Sunda; membeli barang pernak-pernik kesundaan yang tersedia di stand; dan juga mereka sekadar ingin berjumpa/riung mungpulung dengan baraya lainnya yang selama ini saling interaksi di dunia maya.
3. Pengisi Stand
Para pengisi stand didapatkan dari penyebaran informasi di jejaring sosial (internet). Dalam hal ini, panitia membuka ruang pendaftaran bagi baraya yang ingin membuka stand. Ada beberapa persyaratan yang panitia berikan pada pengisi standa. Dimana salah satunya setiap stand adalah pelaku usaha yang sudah lebih dari 1 tahun menjalankan usahanya. Akhirnya, didapatkan 18 pengisi stand dengan jenis produk yang mereka jual, antara lain:
- Stand barang-barang khas Sunda: iket, pangsi, t-shirt Sunda, karinding,dsb.
- Stand Makanan dan minuman: keripik, cemilan khas Sunda, kopi, wajit, angleng, gurilem, dsb.
- Stand fashion modern: baju anak, baju wanita, busana muslim, kaos bola/jersey, dsb.
- Stand buku Sunda: novel, cerpen, humor, karya ilmiah, biografi, dsb.
- Stand kosmetik kecantikan
- Stand kacamata
Pengisi stand pun ada yang berasal dari berbagai kota lain di luar Bandung, yaitu dari Karawang, Sumedang, Bogor, Kuningan, Majalengka, Tasikmalaya, dan Garut. Pengisi stand pun ada yang menyediakan aneka alat permainan anak-anak khas Sunda: rorodaan, sumpit, bebedilan, dsb. Aneka permainan tersebut digunakan oleh para pengunjung anak-anak. Hal ini juga sebagai upaya mengenalkan permainan tradisional Sunda kepada anak-anak.
- Stand barang-barang khas Sunda: iket, pangsi, t-shirt Sunda, karinding,dsb.
- Stand Makanan dan minuman: keripik, cemilan khas Sunda, kopi, wajit, angleng, gurilem, dsb.
- Stand fashion modern: baju anak, baju wanita, busana muslim, kaos bola/jersey, dsb.
- Stand buku Sunda: novel, cerpen, humor, karya ilmiah, biografi, dsb.
- Stand kosmetik kecantikan
- Stand kacamata
Pengisi stand pun ada yang berasal dari berbagai kota lain di luar Bandung, yaitu dari Karawang, Sumedang, Bogor, Kuningan, Majalengka, Tasikmalaya, dan Garut. Pengisi stand pun ada yang menyediakan aneka alat permainan anak-anak khas Sunda: rorodaan, sumpit, bebedilan, dsb. Aneka permainan tersebut digunakan oleh para pengunjung anak-anak. Hal ini juga sebagai upaya mengenalkan permainan tradisional Sunda kepada anak-anak.
Lirik Lagu "Hayang Kawin" - KunKun
Posted by : Baru Baru 322 / on :Selasa, 28 Januari 2014
Hayang Kawin win win win Hayang kawin
Geus teu tahan mang tauntaun bubujangan
Hayang Kawin win win win Hayang kawin
Geus teu kuat beurang peuting duh ngajablay
Era ku tatangga eujeung babaturan
Loba nu nyeletuk cenah kuring bujan galapuk
Isin ku pa RT isin ku pa RW
Sering ngalelewe cenah teu payu ka awewe
Hayang Kawin win win win
Hayang kawin euy..
Ema.. Bapa..
Cing pangneangkeun jodo
Kuring embung boga titel jomblo
Ema.. Bapa.. sok pangmilihkeun calon
Asal ulah urut ucing garong
Keun bae randa ema..
Randa bengsrat anyar pegat ema..
Komo parawan ema..
So pasti paten
Masih disegel masih disegel
gel.. gel.. gel.. gel..
Tawis Pangajén (Lifetime Achievement) Sunda Binangkit: Kang Ibing, Wa Kepoh, Darso
Posted by : Baru Baru 322 / on :Senin, 27 Januari 2014
Sunda militan, itulah kami menyebutnya bagi para pegiat kesundaan. Ya, merekalah yang berjuang demi Ki Sunda tanpa niat apapun. Bagi mereka yang penting bagaimana nilai-nilai dan khazanah kesundaan bisa lebih menyebar di masyarakat. Para militan tersebut bergerak dalam ranah seni, sastra, dongeng, hingga komunitas-komunitas dan pelaku usaha berbasis kesundaan. Inilah yang akhirnya membangkitkan kesadaran bagi Mitra Baraya untuk memberikan penghargaan kepada mereka yang telah berjuang dan berupaya untuk melestarikan khazanah kesundaan kepada masyarakat.
Untuk kegiatan Sunda Binangkit ini, kami memilih tiga nama yang akan dianugerahi lifetime achievement, yaitu: Kang Ibing, Wa Kepoh, dan Darso. Untuk kegiatan ini kami mendapat dukungan dari baraya yang punya simpati terhadap upaya yang kami lakukan ini. Alhamdulillah, bentuk dukungan dari baraya itu berupa tawis kadeudeuh hingga pemberian selendang Sunda, khusus dibuat oleh Kang Agus Roche pengelola Distro Sunda. Terima kasih atas rojongan dan simpati dari baraya semua.
Untuk kegiatan Sunda Binangkit ini, kami memilih tiga nama yang akan dianugerahi lifetime achievement, yaitu: Kang Ibing, Wa Kepoh, dan Darso. Untuk kegiatan ini kami mendapat dukungan dari baraya yang punya simpati terhadap upaya yang kami lakukan ini. Alhamdulillah, bentuk dukungan dari baraya itu berupa tawis kadeudeuh hingga pemberian selendang Sunda, khusus dibuat oleh Kang Agus Roche pengelola Distro Sunda. Terima kasih atas rojongan dan simpati dari baraya semua.
Kang Ibing
Kang Ibing adalah sosok seniman humor Sunda yang telah memberikan ciri tersendiri bagi perkembangan humor Sunda. Bukan berarti kami menyisihkan nama-nama seniman humor lain. Seperti diketahui, sang seniman multitalenta ini tak lepas dari group lawak De Kabayan yang telah membesarkan namanya. Guyonan ala Sunda dengan Kang Aom Kusman, Suryana Fatah, Wawa Sofyan, dan Mang Ujang telah memberikan hiburan segar kepada masyarakat. Namanya pun tidak hanya dikenal di Tatar Sunda, namun sampai tingkat nasional dan internasional. Terbukti, selepas "pensiun" dari De Kabayan, ia yang beralih menjadi penceramah kerap diundang ke luar negeri untuk berceramah.
Sosoknya yang polos dan lawakannya yang natural telah menjadikan sosok Kang Ibing sebagai maestro humor dalam ranah lawakan untuk masyarakat Jawa Barat. Malah, sampai kini pun tak sedikit masyarakat yang masih menggemari lawakan-lawakannya. Terbukti humor-humornya yang berseberan di jejaring internet banyak yang mengunduhnya, dari mulai bobodoran dengan De Kabayan, kolaborasi wayang bodor dengan Giri Harja III, hingga rekaman siaran-siarannya di Radio Mara.
Wa Kepoh
Era 80-an adalah masa jayanya dongeng Sunda yang disiarkan di radio. Bicara tentang dongeng Sunda, rasanya siapa yang tidak mengenal dongeng "Si Rawing" fenomenal. Sang juru cerita dongeng "Si Rawing" adalah Wa Kepoh alias Ahmad Sutisna. Siaran dongengnya pada masa itu telah "mempersatukan" urang Sunda untuk duduk di depan radio dan mendengarkan episode-episode dongeng si Rawing. Malah, dengan kefenomenalan dongeng tersebut, "Si Rawing" pernah diangkat ke layar lebar. Inilah bukti bahwa dongeng Sunda telah menjadi bagian yang turut memberikan sumbangsih pada ranah hiburan nasional. Sampai sekarang, fenomena ini belum tergantikan.
Wa Kepoh adalah sosok sederhana yang menjadikan dongeng sebagai media hiburan sekaligus tuntunan hidup. Dalam bincang-bincang dengan Tim Mitra Baraya pada medio 2012, Wa Kepoh menuturkan, "Uwa berdongeng bukan hanya sekadar hiburan. Uwa menyelipkan pesan-pesan kehidupan dalam dongeng si Rawing. Alhamdulillah, masyarakat bisa menerimanya dan Uwa pun bertambah rantai silaturahmi dengan masyarakat. Inilah yang membuat Uwa bangga. Apalagi ketika Uwa kerap menerima kunjungan baraya yang ingin mendengarkan Uwa mendongeng di studio. Belum lagi yang mengundang Uwa untuk pentas. Ya, Uwa bangga dengan hal itu. Ternyata dengan seni tutur cerita pun, masyarakat Sunda bisa bersatu."
Ya, fenomena si Rawing telah menjadi kenangan tersendiri bagi masyarakat Sunda. Pada masanya, orang rela membeli radio transistor atau membeli batu batrei untuk mendengarkan sepak terjang sosok si Rawing. Walaupun disiarkan dari sebuah radio di Bandung, namun siaran dongeng si Rawing kemudian menyebar merata di kota-kota di Jawa Barat.
Darso
Hendarso atau lebih dikenal dengan Kang Darso (lahir di Bandung, Jawa Barat, 12 Agustus 1945 – meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, 12 September 2011 pada umur 66 tahun) adalah penyanyi pop Sunda. Darso memulai karir sebagai pemain bas pada grup musik Nada Karya dan Nada Kencana. Sempat bergabung dengan band milik Pusat Persenjataan Kavaleri Bandung. Pada tahun 90-an nama Darso semakin populer setelah TVRI sering menampilkannya. Darso juga mulai menggunakan jenis instrumen lain seperti terompet dan organ jenis musik yang dirambah selain pop sunda juga dangdut. Lagu-lagu yang terkenal pada masa itu hingga kini yaitu "randa geulis", "maribaya", "dina amparan sajadah", "kabogoh jauh". Pada tahun 2005 ia mendapat penghargaan dari Gubernur Jabar Danny Setiawan berupa Anugrah Musik Jabar 2005 dan pada tahun 2009 ia mendapat juga penghargaan dari Walikota Bandung Dada Rosada berupa Anugrah Budaya Kota Bandung 2009.
Sosok Darso sangat digemari masyarakat. Sikapnya yang nyeleneh dan sederhana, telah menjungkirbalikkan kesan bahwa namanya pesohor haruslah "menjaga jarak" dengan masyarakat. Dimana pun Darso tampil apa adanya. Ia tak segan bercengkrama dengan masyarakat tempat ia manggung. Ia pun menerima foto bersama dari pejabat hingga pedagang buntil sekalipun. Saat berpentas, ia tak sungkan untuk berbaur dengan penonton. Ia ikut bergoyang dan mengajak penonton untuk bernyanyi bersama. Namun, di balik itu karya-karya Sang Fenomena ini tetaplah menjadi bagian dari masyarakat. Lagu-lagunya sampai sekarang masih digemari, walaupun dirinya telah menghadap Sang Khalik.
Untuk ke depannya, penerima Tawis Pangajén ini akan kami tambah kembali dengan rekomendasi dari masyarakat atau pihak-pihak lain yang menaruh kecintaan pada Ki Sunda. Para penerimanya pun akan kami salurkan dari ragam kalangan (sastrawan, pendidik, aktivis lingkungan hidup, dsb.) yang intinya dia adalah sosok urang Sunda yang telah memberikan teladan, karya, jasa, dan juga telah menginspirasi masyarakat dalam bidang kerja/aktivitas yang telah dilakukannya. Apa yang kami lakukan ini, adalah secuil upaya sebagai penghargaan kepada mereka yang telah mengabdikan dirinya pada hirup hurip Ki Sunda.
Semoga pula, dengan kegiatan Tawis Pangajén kepada para aktivis Sunda ini, dapat menjadi kegiatan rutin yang dilakukan pula oleh pihak lain, baik itu komunitas, lembaga, atau perusahaan. Kami pun membuka pintu lebar-lebar dalam membina kerja sama dengan pihak lain untuk mengadakan kegiatan semacam ini. Harapannya, semoga filosofi paheuyeuk-heuyeuk leungeun di kalangan masyarakat Sunda lebih erat dengan visi-misi memajukan Ki Sunda dengan semangat kepedulian bersama mengisi satu sama lain.
Profil Pengisi Acara Sunda Binangkit: Dinasti Darso
Posted by : Baru Baru 322 / on :
Darso adalah penyanyi Sunda yang fenomenal. Jejak dalam dunia hiburan seni musik calung dan pop Sunda memang tidak tergantikan. Gaya dan kekhasannya saat manggung memang menjadi ciri tersendiri. Tidak sedikit yang mencoba meniru gaya Darso dalam manggung, namun namanya ciri tetaplah ciri yang ditiru bagaimanapun tetap tidak akan bisa.
Dalam sebuah sebuah perbincangan dengan Yayan Jatnika di rumahnya di kawasan Soreang, Mitra Baraya mendapatkan informasi bahwa Darso adalah seorang yang basajan (sederhana) dan tak pelit berbagi ilmu kepada keluarga maupun orang lain. Yayan Jatnika sendiri adalah keponakan Darso. Ia dianggap salah satu generasi penerus setelah Darso meninggalkan dunia ini. Bersama anak Darso, yaitu Asep Darso dan Ujang Darso, ia mendirikan Dinasti Darso. Ketiga penerus itu ingin menjaga tradisi berkesenian dalam keluarga Darso. Sepeninggal Darso, mereka pun berkumpul dan tebersit ide untuk mendirikan group dengan ciri khas yang selama ini dimiliki Darso, salah satunya dengan penggunaan calung. Selain mereka bertiga, para pengiring musik saat Darso manggung pun, kini tetap mereka rekrut dan menjadi bagian keluarga Darso.
Menurut pelantun "Curug Cinulang" dan "Mawar Bodas" ini, Darso adalah guru, orangtua, sekaligus sahabat bagi dirinya dan anak-anak Darso sendiri. Dengan sikapnya yang kadang nyleneh, Darso tak sungkan membagikan ilmu kepada dirinya dan anak-anaknya. Untuk itu, sebagai rasa penghormatan atas jasa Darso, mereka kini bergabung bersama untuk terus membangkitkan berkesenian di keluarga besarnya. Malah, mereka bertiga berencana ingin membuat semacam galeri atau museum mini untuk mengenang Darso. Keinginan itu sedang diupayakan oleh Dinasti Darso dan tentunya akan segera terwujud jika halangan klasik, yaitu masalah dana dapat dibantu oleh pihak terkait ataupun masyarakat yang punya kepedulian akan niat mereka tersebut.
Adapun mengenai gaya yang "kedarso-darsoan" yang biasa mereka bawakan dalam videoklip atau manggung, itu bukan sebagai jiplakan atas gaya Darso. Bagi Dinasti Darso, ini memang sudah menjadi ciri khas dalam keluarga Darso. Mereka bertiga dari kecil sudah biasa bareng manggung kemana-mana bersama Darso, mau tidak mau pengaruh Darso pun melekat dalam diri mereka. "Ini bukan bentuk peniruan, namun memang kami bergaya demikian karena sangat menghormati Darso dan agar masyarakat bisa lebih menyadari bahwa kami ada berkat Darso. Kami tetaplah mempunyai ciri masing-masing dari segi vokal maupun gaya. Masalah dandanan atau gaya membawakan, ya.. itulah karena sedari kecil kamu sudah terbiasa dengannya. Jadi secara tidak sadar, kami pun sudah terpengaruh dengan gaya tersebut," tutur Yayan Jatnika.
Adapun jika orang lain di luar lingkaran keluarga Darso yang ikut-ikutan bergaya dan berdandan ala Darso, "Bagi saya tidak masalah. Anggap saja mereka adalah penggemar Darso. Mungkin mereka bergaya demikian saking cintanya pada Darso. Ya, walaupun dijiplak mentah-mentah gaya dan dandanannya, Darso tetaplah Darso yang tidak akan tergantikan atau dapat ditirukan oleh siapapun," kata Yayan Jatnika. Bagi dirinya dan keluarga Darso, sekarang adalah waktunya kembali membangkitkan kembali semangat kreatif sebagai seniman lagu Sunda dan calung. Sebab ini adalah keinginan Darso selama hidup yang ingin keluarga atau generasi penerusnya ada yang bergerak dalam bidang yang selama ini digelutinya, bahkan kalau bisa lebih dari dirinya.
Nah, bagi Anda yang ingin menyaksikan penampilan Dinasti Darso (Yayan Jatnika, Asep Darso, dan Ujang Darso) serta penampilan calung yang selama ini menjadi ciri khas keluarga Darso, ditunggu kehadirannya di Event Sunda Binangkit, Minggu 09 Februari 2014 di Padepokan Seni Mayang Sunda Jln. Peta 209 Bandung.
Profil Pengisi Acara Sunda Binangkit: Sulap Dongeng Kang Taufik Faturohman
Posted by : Baru Baru 322 / on :Rabu, 22 Januari 2014
Tubuhnya yang besar tampak dominan di atas panggung. Berbalut baju pangsi hitam, Taufik Faturohman (51) memegang seutas tali. Sembari memegang tali itu setinggi dada dengan kedua tangannya, Taufik pun mulai bercerita dalam bahasa Sunda. Taufik bercerita soal ada seorang yang akan bunuh diri dengan menggunakan tali yang dipegangnya.
”Jadi teu? (Jadi tidak?)” teriak seorang penonton pertunjukan sulap dan dongeng di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung beberapa waktu lalu. Ternyata, orang itu tidak jadi bunuh diri karena tali itu malah diikatkan di perut, bukan di leher. Kenapa di perut?
”Ceunah mun dibeungkeut di beuheung mah sesek (Kalau diikat di leher bikin sesak napas),” kata Taufik. Penonton pun tertawa.
Sembari diiringi tawa penonton, Taufik pun mulai beraksi memainkan kemampuan sulapnya menggunakan tali yang dipegangnya. Ia mengambil gunting dan memotong salah satu bagian tali. Tali pun terlihat terpotong menjadi dua bagian.
”Lihat terpotong kan? Tapi jangan khawatir, saya sambung lagi,” katanya. Ia lantas membuat sambungan antartali. Ikatan itu sempat ia perlihatkan kepada penonton. Namun, tidak lama kemudian, dengan satu kibasan tangan kanan, penonton dibuat terperangah karena dari potongan tali itu tidak terlihat sambungan apa pun.
”Sebenarnya saya hanya memotong tali lain yang lebih pendek, tetapi saya tutupi tangan sehingga tidak kelihatan,” kata Taufik membuka rahasianya di tengah penonton yang berdecak kagum. Mimik penonton pun lantas berbeda, kesal, heran, atau gembira.
Terancam punah
Pertunjukan yang diperagakan Taufik itu dinamakan sudong alias sulap dan dongeng. Dipopulerkan pertama kali tahun 2000, konsepnya menggabungkan sulap dengan dongeng atau sastra Sunda lainnya.
Ketua Komunitas Sulap Bandung (KSB) ini mengatakan, sudong muncul dari rasa prihatin pesulap dan pemerhati bahasa Sunda terkait laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tahun 2000. Disebutkan, bahasa Sunda ada di peringkat ke-32 dalam jumlah pengguna. Dari sekitar 40 juta penduduk Jawa Barat, hanya 17 juta orang yang menggunakan bahasa Sunda.
Meski sangat prihatin, Taufik sadar tidak mudah membiasakan orang Sunda berbahasa Sunda. Bahasa ibu sering kali dianggap kuno. Akibatnya, bahasa Sunda sedikit demi sedikit kehilangan penuturnya. Padahal, lewat bahasa Sunda, penggunanya bisa mengetahui nilai luhur yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah uji coba menggabungkan sastra Sunda dengan beberapa pertunjukan kontemporer, akhirnya dipilih sulap. Ia yakin sulap bisa dinikmati segala usia dan mulai digemari masyarakat.
Menurut dia, sulap biasanya digabungkan dengan beberapa sastra Sunda, seperti asmarandana, pupuh, hingga aransemen musik populer dengan kecapi. Salah satu contoh adalah penyajian dongeng tentang ”Nini Anteh Terbang ke Bulan”. Setelah dongeng dibacakan, pesulap menyajikan sulap terkait cerita. Bila ceritanya tentang tokoh utama yang bisa terbang, pesulap akan menyajikan kemampuan ilusi terbang.
Konsep sudong pun digagas dengan sasaran utama generasi muda, khususnya siswa sekolah menengah atas. Ada beberapa pakem yang harus ditaati dalam pertunjukan sudong. Salah satunya, memudahkan pengucapan undak usuk basa Sunda. Undak usuk basa menyebabkan masyarakat kesulitan menempatkan bahasa Sunda. Akibatnya, minat berbahasa Sunda berkurang.
Penyampaian sudong yang aplikatif, salah satunya konsisten menggabungkan sulap atau lawakan segar. Sudong menabukan bentuk hiburan bersifat jorok yang kerap justru menghilangkan bentuk dan tujuan sudong.
”Dengan segala pakem di atas, biasanya akan lahir kolaborasi dan kreativitas yang positif,” ujar Direktur penerbit buku berbahasa Sunda, CV Geger Sunten, ini.
Mereka mengadakan pertunjukan di beberapa daerah, seperti Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, Kota Bandung, dan Bandung Barat, bekerja sama dengan guru bahasa Sunda yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Sunda. Guru biasanya mempromosikan pertunjukan sudong kepada para muridnya.
Dalam satu kali pertunjukan, Taufik mengatakan, penyajian sudong bisa dilakukan sendiri atau dalam kelompok besar. Dalam satu kelompok, biasanya beranggotakan 30 orang yang terdiri dari pendongeng, pesulap, nayaga, dan kru pembantu umum.
Salah satu pesulap alumnus sudong antara lain Rizki Siti Fatimah alias Rizuki, juara The Master II, sebuah acara sulap di televisi. Dalam 1,5 jam pertunjukan biasanya ada 70 atraksi sulap dan 30 bentuk sastra Sunda yang disajikan. Tiket menonton pun sengaja dibuat tidak gratis. Penonton harus membayar Rp 10.000 per orang. Nantinya, uang tiket dibagi rata rombongan sudong dan guru MGMP Bahasa Sunda di masing-masing daerah.
”Sejak awal sambutan, mereka sangat antusias. Hingga kini, penontonnya 1.000-2.000 orang per hari,” kata Taufik. Dia biasanya menyajikan sudong selama tiga hari di satu daerah.
Porsi diperbanyak
Taufik mengatakan, pemahaman bahasa Sunda, baik murid maupun guru, semakin positif. Pengawas Lembaga Basa dan Sastra Sunda ini mengatakan, murid dan guru semakin memahami bahasa dan sastra Sunda.
Namun, Taufik masih belum puas. Alasannya, sebagian besar penyajian sudong masih didominasi sulap. Perbandingannya, 30 persen sastra Sunda dan 70 persen sulap. Ia berharap ke depan perbandingannya harus sastra Sunda yang dominan.
Selain itu, ia kini juga tengah menggagas terciptanya lembaga pendidikan formal sulap setingkat akademi. ”Sulap tidak berbeda dengan seni lainnya, seperti teater dan tari, yang bisa dijual dan memberikan banyak manfaat positif bagi banyak orang,” kata penulis beberapa buku pengajaran bahasa Sunda, seperti Piwulang Basa, Gapura Basa, dan Pamegar Basa itu.
”Jadi teu? (Jadi tidak?)” teriak seorang penonton pertunjukan sulap dan dongeng di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung beberapa waktu lalu. Ternyata, orang itu tidak jadi bunuh diri karena tali itu malah diikatkan di perut, bukan di leher. Kenapa di perut?
”Ceunah mun dibeungkeut di beuheung mah sesek (Kalau diikat di leher bikin sesak napas),” kata Taufik. Penonton pun tertawa.
Sembari diiringi tawa penonton, Taufik pun mulai beraksi memainkan kemampuan sulapnya menggunakan tali yang dipegangnya. Ia mengambil gunting dan memotong salah satu bagian tali. Tali pun terlihat terpotong menjadi dua bagian.
”Lihat terpotong kan? Tapi jangan khawatir, saya sambung lagi,” katanya. Ia lantas membuat sambungan antartali. Ikatan itu sempat ia perlihatkan kepada penonton. Namun, tidak lama kemudian, dengan satu kibasan tangan kanan, penonton dibuat terperangah karena dari potongan tali itu tidak terlihat sambungan apa pun.
”Sebenarnya saya hanya memotong tali lain yang lebih pendek, tetapi saya tutupi tangan sehingga tidak kelihatan,” kata Taufik membuka rahasianya di tengah penonton yang berdecak kagum. Mimik penonton pun lantas berbeda, kesal, heran, atau gembira.
Terancam punah
Pertunjukan yang diperagakan Taufik itu dinamakan sudong alias sulap dan dongeng. Dipopulerkan pertama kali tahun 2000, konsepnya menggabungkan sulap dengan dongeng atau sastra Sunda lainnya.
Ketua Komunitas Sulap Bandung (KSB) ini mengatakan, sudong muncul dari rasa prihatin pesulap dan pemerhati bahasa Sunda terkait laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tahun 2000. Disebutkan, bahasa Sunda ada di peringkat ke-32 dalam jumlah pengguna. Dari sekitar 40 juta penduduk Jawa Barat, hanya 17 juta orang yang menggunakan bahasa Sunda.
Meski sangat prihatin, Taufik sadar tidak mudah membiasakan orang Sunda berbahasa Sunda. Bahasa ibu sering kali dianggap kuno. Akibatnya, bahasa Sunda sedikit demi sedikit kehilangan penuturnya. Padahal, lewat bahasa Sunda, penggunanya bisa mengetahui nilai luhur yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah uji coba menggabungkan sastra Sunda dengan beberapa pertunjukan kontemporer, akhirnya dipilih sulap. Ia yakin sulap bisa dinikmati segala usia dan mulai digemari masyarakat.
Menurut dia, sulap biasanya digabungkan dengan beberapa sastra Sunda, seperti asmarandana, pupuh, hingga aransemen musik populer dengan kecapi. Salah satu contoh adalah penyajian dongeng tentang ”Nini Anteh Terbang ke Bulan”. Setelah dongeng dibacakan, pesulap menyajikan sulap terkait cerita. Bila ceritanya tentang tokoh utama yang bisa terbang, pesulap akan menyajikan kemampuan ilusi terbang.
Konsep sudong pun digagas dengan sasaran utama generasi muda, khususnya siswa sekolah menengah atas. Ada beberapa pakem yang harus ditaati dalam pertunjukan sudong. Salah satunya, memudahkan pengucapan undak usuk basa Sunda. Undak usuk basa menyebabkan masyarakat kesulitan menempatkan bahasa Sunda. Akibatnya, minat berbahasa Sunda berkurang.
Penyampaian sudong yang aplikatif, salah satunya konsisten menggabungkan sulap atau lawakan segar. Sudong menabukan bentuk hiburan bersifat jorok yang kerap justru menghilangkan bentuk dan tujuan sudong.
”Dengan segala pakem di atas, biasanya akan lahir kolaborasi dan kreativitas yang positif,” ujar Direktur penerbit buku berbahasa Sunda, CV Geger Sunten, ini.
Mereka mengadakan pertunjukan di beberapa daerah, seperti Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, Kota Bandung, dan Bandung Barat, bekerja sama dengan guru bahasa Sunda yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Sunda. Guru biasanya mempromosikan pertunjukan sudong kepada para muridnya.
Dalam satu kali pertunjukan, Taufik mengatakan, penyajian sudong bisa dilakukan sendiri atau dalam kelompok besar. Dalam satu kelompok, biasanya beranggotakan 30 orang yang terdiri dari pendongeng, pesulap, nayaga, dan kru pembantu umum.
Salah satu pesulap alumnus sudong antara lain Rizki Siti Fatimah alias Rizuki, juara The Master II, sebuah acara sulap di televisi. Dalam 1,5 jam pertunjukan biasanya ada 70 atraksi sulap dan 30 bentuk sastra Sunda yang disajikan. Tiket menonton pun sengaja dibuat tidak gratis. Penonton harus membayar Rp 10.000 per orang. Nantinya, uang tiket dibagi rata rombongan sudong dan guru MGMP Bahasa Sunda di masing-masing daerah.
”Sejak awal sambutan, mereka sangat antusias. Hingga kini, penontonnya 1.000-2.000 orang per hari,” kata Taufik. Dia biasanya menyajikan sudong selama tiga hari di satu daerah.
Porsi diperbanyak
Taufik mengatakan, pemahaman bahasa Sunda, baik murid maupun guru, semakin positif. Pengawas Lembaga Basa dan Sastra Sunda ini mengatakan, murid dan guru semakin memahami bahasa dan sastra Sunda.
Namun, Taufik masih belum puas. Alasannya, sebagian besar penyajian sudong masih didominasi sulap. Perbandingannya, 30 persen sastra Sunda dan 70 persen sulap. Ia berharap ke depan perbandingannya harus sastra Sunda yang dominan.
Selain itu, ia kini juga tengah menggagas terciptanya lembaga pendidikan formal sulap setingkat akademi. ”Sulap tidak berbeda dengan seni lainnya, seperti teater dan tari, yang bisa dijual dan memberikan banyak manfaat positif bagi banyak orang,” kata penulis beberapa buku pengajaran bahasa Sunda, seperti Piwulang Basa, Gapura Basa, dan Pamegar Basa itu.
Sumber: Kompas, Sabtu, 4 September 2010